MAKALAH MANAJEMEN ORGANISASI NIRLABA
LEMBAGA
SWADAYA MASYARAKAT LUMBUNG INFORMASI RAKYAT (LIRA)
DISUSUN
OLEH:
1.
ADI
KURNIAWAN 1416041001
2.
NUR
HASA 1416041070
3.
TANICHA
APRILIA M 1416041095
4.
TENGKU
ABDI PRATAMA 1416041097
5.
NURMASARI
WAHYUNI 1516041020
6.
EVI
OKTA MAYASARI 1516041033
7.
MAULIDIA
AGUSTINA 1516041037
8.
DIANTIKA
ARUM L 1516041075
9.
MAHDALIA
AYU W 1516041108
10. M FERDINAN PUTRA 1516041110
JURUSAN
ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2017
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Ngo yang telah di berikan kepada
kami.
Adapun
tujuan penulisan makalah ini untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Manajemen Organisasi
Nirlaba. Ucapan terimakasih kepada
ibu Intan Fitri Meutia, S.A.N.,
MA. Selaku dosen mata kuliah Manajemen Organisasi Nirlaba berkat bimbingan dan
arahannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini. Disamping itu ucapan
terimakasih kepada semua pihak atas dukungan dan bantuannya sehingga tugas ini
dapat terselesaikan.
Terlepas
dari semua itu, penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini sangat dibutuhkan. Semoga melalui makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandar
Lampung, Mei 2017
DAFTAR ISI
COVER ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar
Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan
Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 3
A. Definisi
Organisasi Nirlaba ................................................................................ 3
B. Definisi
Lembaga ............................................................................................... 4
C. Definisi
Non-Government Organizational (NGO) ............................................ 5
D. Jenis
dan Kategori Lembaga Swadaya Masyarakat .......................................... 7
E. Definisi
Kepemimpinan ..................................................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 11
A. Sejarah
Singkat LSM LIRA .............................................................................. 11
B. Struktur
Organisasi, Kepemimpinan dan SDM LIRA ...................................... 13
C. Program
Kerja, Kemitraan, dan Pendanaan LIRA ............................................ 19
BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 23
A. Kesimpulan
........................................................................................................ 23
B. Saran
.................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 25
LAMPIRAN ................................................................................................................. 26
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keadaan
sosial di Indonesia masih menjadi masalah utama dalam pemerintahan Indonesia,
seperti kemiskinan ataupun kelaparan. Tak hanya itu, masalah yang terjadi
secara alami pun menjadi penyebab keadaan sosial yang buruk, sebut saja bencana
alam yang sering terjadi seperti halnya banjir, tanah longsor, atau pun
tsunami. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh ulah tangan maanusia yang tidak
dapat melestarikan alam.
Pemberdayaan
masyarakat miskin/kurang mampu tidak dapat dilakukan dengan hanya melalui
program peningkatan produksi, tetapi juga pada upaya peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat miskin. Terkait dengan upaya tersebut maka keberadaan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) menjadi sangat penting untuk melakukan sinergi
dengan lembaga pemerintah.
Dinamika
perkembangan Lembaga Swadaya Masyarakat lahir seiring dengan lahirnya orde baru
awal tahun 1970-an. Hadirnya era reformasi membawa dampak yang sangat pentig
terhadap penyaluran aspirasi masyarakat. Kebebasan menyampaikan pendapat,
berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh dalam Undang-Undang.
Menurut Abdul Hakim Garuda Nusantara, definisi LSM sulit dirumuskan. Namun,
secara sederhana bisa diartikan sebagai gerakan yang tumbuh berdasarkan
nilai-nilai kerakyatan. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran dan kemandirian
masyarakat yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dari definisi ini
keberadaan LSM memang sangat diperlukan oleh masyarakat bawah sebagai salah
satu agen perubahan yang dapat menjembatani kepentingan pemerintah dan rakyat.
Pertumbuhan
dan peran LSM di Indonesia semakin berkembang seiring dengan menguatnya proses
demokratisasi yang ditandai penguatan masyarakat sipil atau civil society dalam transformasi
pembangunan. Selama lima tahun terakhir lebih dari 10.000 LSM yang bergerak di
bidang budaya, sosial ekonomi, dan politik.
Berbeda dengan organisasi politik yang berorientasi komersial, secara
konsepsional, LSM memiliki karakteristik yang bercirikan nonpartisan, tidak
mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral.
Ciri-ciri ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh
ikatan-ikatan motif politik dan ekonomi. Salah satu LSM yang ada di Bandar
Lampung yaitu LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), LIRA adalah organisasi
independen, lintas partai, agama dan suku. Susunan pengurus LIRA mengadopsi
semua golongan, perjuangan LIRA untuk turut ambil bagian dalam pembangunan
bangsa Indonesia dengan seluruh kelemahan dan kelebihannya, banyak memperoleh
simpati dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pusat hingga ke daerah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan LSM LIRA?
2.
Bagaimana struktur organisasi, kepemimpinan dan SDM LSM LIRA?
3.
Apa saja program kerja, kemitraan dan pendanaan LSM
LIRA?
C. Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui yang dimaksud dengan LSM
LIRA.
2.
Mengetahui struktur organisasi dan
kepemimpinan LSM LIRA.
3.
Mengetahui program kerja, kemitraan dan pendanaan
LSM LIRA.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi Organisasi Nirlaba
Organsisasi nirlaba
atau organisasi non-profit adalah suatu organisasi yang bersasaran pokok untuk
mendukung suatu isu atau perihal di dalam menarik perhatian publik untuk suatu
tujuan yang tidak komersial, tanpa ada perhatian terhadap hal-hal yang bersifat
mencari laba (moneter).
Karakter dan tujuan
dari organisasi non-profit menjadi jelas terlihat ketika dibandingkan dengan
organisai profit. Organisasi non-profit berdiri untuk mewujudkan
perubahan-perubahan pada individu atau komunitas, sedangkan organisasi profit
sesuai dengan bertujuan untuk mencari keuntungan. Organisasi non-profit
menjadikan sumber daya manusia sebagai asset yang paling berharga, karena semua
aktivitas organisasi ii pada dasrnya adalah dari dan untuk manusia (Komang, 2008).
Organisasi profit
memiliki kepentingan yang besar terhadap berkembangnya organisasi nirlaba. Dari
organisasi inilah sumber daya manusia yang handal terlahir, memiliki daya saing
yang tinggi, aspek kepemimpinan, serta sigap menghadapi perubahan. Hampir
diseluruh dunia ini, organisasi nirlaba merupakan agen perubahan terhadap
tatanan hidup suatu komunitas yang lebih baik. Daya jelajah mereka menyentuh
pelosok dunia yang bahkan tidak bisa terlayani oleh organisasi pemerintah (Komang, 2008).
Menurut Sri Sapto
(2009), organisasi nirlaba dapat didefinisikan secara hukum sebagai organisasi
yang tidak dapat mendistribusikan asset atau pendapatannya untuk kepentingan
dan kesejahteraan pekerja atau pemimpinnya. Akan tetai dibalik pembatasan yang
demikian, terdapat beberapa kelonggaran. Pertama, organisasi nirlaba tidak
dilarang unutk memberikan konpensasi untuk pekerjanyassebagai ilmbalan balik
atas kinerja yang diberikan. Kedua, organisasi nirlaba tidak dilarang untuk
mencari keuntungan, akan tetapi sekali lagi
bukan untuk didistribusikan
melainkan untuk pendanaan proyek lainnya. Keuntungan lainnya adalah organisasi
nirlaba tidak dikenai pajak. Sementara pendapatan lain menyebutkan bahwa
organisasi nirlaba adalah organisasi yang menuntut manajemennya untuk mampu
memberikan program dan pelayanan kepada publik sesuai dengan apa yang
disyaratkan oleh para penyandang dana. Drngan demikian dapat dikatakan bahwa
organisasi nirlaba sangat tergantung kepada penyandang dana dan memberikan
laporan kepada para pelapor kepada penyandang dana tersebut
B. Definisi Lembaga
Pengertian lembaga
lebih menunjuk pada sesuatu bentuk, sekaligus juga mengandung makna yang
abstrak. Karena dalam pengertian lembaga juga mengandung tentang seperangkat
norma-norma, peraturan-peraturan yang menjadi ciri lembaga tersebut. Lembaga
erupakan system yang kompleks yang mencakup berbagai hal yang berhubungan
dengan konsep sosial, psikologis, politik dan hukum. Pengertian lembaga menurut
para ahli adalah sebagai berikut:
Adelman dan Thomas
mendefinisikan lembaga sebagai suatu bentuk interaksi di antara manusia yang
mencakup sekurng-kurangnya tiga tingkatan. Pertama, tingkatan nilai kultural
yang menjadi acuan bagi institusi yang lebih rendah tingkatannya. Kedua,
mencakuo hukum dan peraturan yang mengkhususkan pada apa yang disebut aturan
main. Ketiga, mencakup pengaturan yang bersifat kontraktual yang digunakan
dalam proses transaksi.
Kartodiharjo et al,
lembaga adalah instrumen yang mengatur hubungan antar individu. Lembaga juga
berarti seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat yang telah
mendefinisikan bentuk aktifitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu
terhadap pihak lainnya, hak istimewa yang telah diberikan serta tanggungjawab
yang harus dilakukan.
Schidt, lembaga atau
institusi merupakan sekumpulan orang yang memiliki hubungan yang teratur dengan
memberikan definisi pada hak, kewajiban, kepentingn, dan tanggung jawab
bersama.
Hayami dan Kikuchi,
lembaga adalah aturan main dalam interaksi interpersonal, yitu sekumpulan
aturan mengenai tata hubungan manusia dengan lingkungannya yang menyangkut
hak-hak dan tanggung jawab.
Perbedaan lembaga dan
organisasi terletak pada beberapa aspek penting. Organisasi ada yang berdiri
secara legal ataupun ilegal (tanpa ada pengakuan dari pihak terkait ataupun
negara), bahkan hanya diakui sebatas satu pihak saja. Sebagian organisasi
biasanya memiliki aturan yang tidak terlalu formal dan ketat, namun ada pula
yang sebaliknya. Biasanya program yang dibuat hanya untuk satu tempat atau
lokasi saja.
Fokus utama kajian
organisasi lebih bersifat struktur yang didukung dengan inti kajian pada peran.
Organisasi lebih bersifat statis dan visual dengan menargetkan perubahan yang
relatif lebih cepat. Adapun bentuk perubahan lebih bersifat struktural. Itulah
mengapa organisasi memiliki pandangan tersendiri yang berbeda dari lembaga.
C. Definisi
Non-Government Organization (NGO)/ Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM)
Cikal bakal muculnya
LSM, diantaranya, Ornop (Organisasi Non Pemerintah), NGO (Non-Government Organization) PVO (Private Voluntary Organization), SCO (Civil Society Organization) dan Lembaga pengembangan Swadaya
Masyarakat (LPSM). Sebelum dikenal luas dengan nama Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), telah dikenal istilah Ornop (Organisasi Non pemerintah) yang mucul
sekitar awal 1970-an digunakan sebagai terjemahan dari NGO dalam lingkungan
Internasional.
Non-Government Organization (NGO) jika diterjemahkan
kedalam bahasa Indonesia berarti organisasi non pemerintah atau lebih dikenal
dengan sebutan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Rririen (2009) NGO adalah
suatu kelompok atau asosiasi nirlaba yang beraktifitas di luar struktur politik
yang terinstitusionalisasi. Pencapaian hal-hal yang menjadi minat atau tujuan
anggotanya diupayakan memalui lobi, persuasu atau aksi langsung.
Ririen (2009), NGO biasanya memperoleh sebagian
pendanaannya dari sumber-sumber swasta. Semakin baik kinerja dan produktifitas
yang dihasilkan oleh sebuah NGO sehingga manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
semakin besar, maka dana yang akan mengalir ke NGO tersebut tentunya akan
semakin besar pula. Hal itu menunjukkan bahwa kepercayaan dari pihak-pihak
donatur untuk mendanai sebuah NGO tentu saja semakin besar.
Candra (2009), World Bank membagi NGO ke dalam 2
kelompok, yaitu
1.
NGO
Operasional
Tujuan utamanya adalah perancangan dan implementasi
proyek pengembangan. Kelompok ini menggerakkan sumber daya dalam bentuk
keuangan, material atau tenaga relawan, untuk menjalankan proyek dan program
mereka. Proses ini umumnya membutuhkan organisasi yang kompleks. NGO
operasional ini masih dapat dibagi atas 3 kelompok besar:
a)
Organisasi
berbasis masyarakat – yang melayani suatu populasi khusus dalam suatu daerah
geografis yang sempit;
b)
Organisasi Nasional – yang beroperasi dalam
sebuah negara yang sedang berkembang, dan Organisasi Internasional – yang pada
dasarnya berkantor pusat di negara maju dan menjalankan operasi di lebih dari
satu negara yang sedang berkembang.
2.
NGO
Advokasi
Tujuan utamanya adalah mempertahankaan atau memelihara
suatu isu khusus dan bekerja untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan
pemerintah untuk atau atas isu itu. Berlawanan dengan manajemen proyek
operasional, organisasi ini pada dasarnya berusaha untuk meningkatkan kesadaran
(awareness) dan pengetahuan dengan melakukan lobi, kegiatan pers dan
kegiatan-kegiatan aktivis.
NGO ini pada dasarnya bekerja melalui advokasi atau
kampanye atas suatu isu dan tidak mengimplementasikan program. Kelompok ini
menjalankan fungsi yang hampir sama dengan kelompok operasional, namun dengan
tingkatan dan komposisi yang berbeda. Pencarian dana masih perlu namun dengan
ukuran yang lebih kecil.
Menurut Abidin & Rukmini dalam Zulfan (2008), karakteristik
NGO sendiri
pada umumnya adalah :
a)
Independen,
artinya tidak berafiliasi kepada sebuah kekuatan politik tertentu.
b)
Nirlaba, artinya non-profit atau tidak mencari
keuntungan, dan mengutamakan kepentingan masyarakat.
c)
Sukarela,
lebih menyediakan waktu untuk kepentingan lemabaga.
d)
Non-birokratis,
tidak melalui prosedur yang berbelit-belit.
e)
Komunitas
kecil, terdiri dari beberapa orang saja, dilihat dari struktur dan ruang
lingkup. Lahir dan dekat dengan lapisan masyarakat bawah (grassroots).
Philip Elderidge (1995) dalam Zulfan (2008) mengajukan
tiga model hubungan NGO dengan negara, dilihat dari orientasi NGO dalam
menjalankan berbagai kegiatannya, yaitu:
a)
High
Level Partnership: Grassroots Development.
Karakteristik jenis ini ditandai hubungan yang sangat
partisipatif, mengutamakan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan dibanding
dengan kegiatan yang bersifat advokasi, kurang memiliki minat pada hal yang
bersifat politis, tapi mempunyai perhatian yang besar untuk mempengaruhi
kebijakan pemerintah dengan selalu memelihara dukungan pada tingkat grassroots.
b)
High
Level Politics: Grassroots Mobilization.
Karakteristik
jenis ini cenderung hanya aktif dalam kegiatan politik dan umumnya bersifat
advokatif terutama untuk mendukung peningkatan kesadaran politik di
tingkatmasyarakat.
c)
Empowerment
at the grassroots.
Karakteristik jenis ini cenderung memusatkan perhatian
pada pemberdayaan masyarakat pada tingkat grassroots, dan tidak berminat
mengadakan kontak dengan pemerintah dan umumnya tidak mau terlibat dalam
kegiatan berskala besar.
Menurut instruksi
Menteri Dalam Negri Nomor 8 Tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya
Masyarakat : yang dimaksud dengan lembaga swadaya masyarakat adalah
organisasi/lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik
Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak
dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai
wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara
swadaya. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No 28 Tahun 2004 tentan perubhan
atas undang-undang No 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum
organisasi non pemerintah di Indonesia berbentuk yayasan.
Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki perangkat hukum
meliputi UU No 8 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun
1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perangkat hukum lainnya
adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan
LSM.
D. Jenis dan Kategori Lembaga Swadaya
Masyarakat
Lembaga swadaya
masyarakat di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, berparadigma
konformis, yang visinya berangkat dari asumsi bahwa masalah demokrasi dan
kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang inheren dengan kebodohan,
kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan. Dengan demikian solusinya
adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya masyarakat sasaran.
Kedua, LSM yang
menggunakan paradigma reformis.Kalangan LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi
dan demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di
mana rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan
kesempatan untuk berpatisipasi dalam politik dan pembangunan. Sehinggan
pendekatan masalah sangat identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge di
atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi dengan model perubahan
yang dihrapkan berupa perubahan fungsional struktural. Sementara paradigma
ketiga adalah transformatoris. Gerakan-gerakan LSM seperti ini terasa radikal,
dimana iklim atau isu keterbukaan dimanfaatkan untuk mencoba membongkar
berbagai persoalan sosial, ekonomi, dan politik.
Sangat kontras dengan
LSM berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga melihat kondisi struktur sosial
ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau kelompok-kelompok
dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan ketidak adilan dan ketidak
demokrasian. Oleh
sebab itu isu gerakan LSM lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak
azasi manusia, kesenjangan sosial, gerakan civil
society, perlibatan rakyat bahwa dalam proses-proses politik seperti
demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas, serta berorientasi pada
kemandirian rakyat, dengan konflik sebagai pendekatan yang digunakan.
Instruksi Menteri Dalam
Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain :
Ø Organisasi
Donor
Organisasi
non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan organisasi non
pemerintah.
Ø Organisasi
mitra pemerintah
Organisasi
non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam
menjalankan kegiatannya.
Ø Organisasi
profesional
Organisasi
non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesionl
tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan, organisasi non
pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah jurnalisme, organisasi non
pemerintah pembangunan ekonomi, dll.
Ø Organisasi
oposisi
Organisasi
non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang
dari kebijkan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini bertindak melakukan
kritik dan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan pemerintah
E.
Definisi
Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental di
dalam menganalisis
proses dan dinamika di dalam
organisasi. Untuk itu banyak kajian dan diskusi yang membahas definisi
kepemimpinan yang justru membingungkan. Menurut Katz dan Kahn (dalam
Watkin, 1992) berbagai definisi kepemimpinan pada dasarnya dapat
diklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar yakni “sebagai atribut
atau kelengkapan dari suatu kedudukan, sebagai karakteristik seseorang, dan
sebagai kategori perilaku”. Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau
kelengkapan suatu kedudukan, diantaranya dikemukakan oleh Janda (dalam
Yukl, 1989) sebagai berikut.
“Leadership is a particular type of power
relationship characterized by a
group member’s perception that another group member
has the right to
prescribe behavior patterns for the former regarding his
activity as a group
member”. (Kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan
yang ditentukan oleh anggapan
para anggota kelompok bahwa seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan untuk
menentukan pola perilaku terkait dengan aktivitasnya sebagai anggota
kelompok).
Selanjutnya contoh pengertian kepemimpinan sebagai
karakteristik seseorang, terutama dikaitkan dengan sebutan pemimpin,
seperti dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich, dan Donnelly
(2000) bahwa “Leaders are
agents of change, persons
whose act affect other people more than other
people’s acts affect them”,
atau pemimpin merupakan agen perubahan,
orang yang bertindak
mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain
mempengaruhi dirinya.
Adapun contoh pengertian
kepemimpinan sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin (2002) yakni: “Leadership involves a
set of interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates,
creating a vision for the future, and developing strategies for achieving
goals”, yang dapat
diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan
seperangkat
proses pengaruh antar orang. Proses tersebut bertujuan memotivasi bawahan,
menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan
strategi untuk mencapai
tujuan. Sehubungan dengan ketiga kategori pengertian di atas, Watkins (1992)
mengemukakan bahwa “kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki
kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara positif dari anggota
lainnya baik dalam perilaku, karakteristik pribadi, pemikiran, atau struktur kelompok”.
Pengertian ini tampak berusaha
memadukan ketiga kategori pemikiran secara komprehensif karena dalam definisi
kepemimpinan tersebut tercakup karakteristik pribadi, perilaku, dan kedudukan
seseorang dalam suatu kelompok. Berdasarkan pengertian tersebut maka teori
kepemimpinan pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang memiliki
karakteristik fisik, mental, dan kedudukan yang dipandang lebih daripada
individu lain dalam suatu kelompok sehingga individu yang bersangkutan dapat mempengaruhi
individu lain dalam kelompok tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu
tujuan.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Singkat LSM
Lumbung Informasi Rakyat (LIRA)
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan
ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Menurut Budi Setyono, LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan yang
berbasis pada gerakan moral yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan politik. LSM dipandang mempunyai peran signifikan
dalam proses demokratisasi.
LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) adalah organisasi yang
dibentuk melalui embrio BLORA CENTER – Tim Relawan yang dibentuk Bapak M. Jusuf
Rizal bersama Sudi Silalahi guna membantu pencitraan SBY pada Pilpres 2004 yang
terus dikembangkan menjadi sebuah organisasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
pro pemerintah namun tetap kritis, khususnya dalam mendorong transparansi
pengelolaan negara bekerja sama dengan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Bahwa LIRA pada
tahun 2009 memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai
LSM terbanyak cabangnya di Indonesia (33 propinsi dan 393 kabupaten/kota, yang
sekarang cabangya lebih dari 419 kabupaten/kota). Pada Pilpres 2009 LIRA
membentuk PRESIDEN CENTER membantu pasangan SBY – BOEDIONO dengan
mendeklarasikan Gerakan Satu Putaran (GSP).
LIRA dalam menjalankan aktivitasnya berdasarkan
Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan,
Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi dan Undang-undang nomor
14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang tidak hanya kritis
menyikapi berbagai hal menyangkut penyalah-gunaan wewenang (abuse of power)
tetapi juga kritis dalam menyikapi kebijakan publik yang dilahirkan oleh
pemerintah.
Dalam rangka menjalankan tugas dan melaksanakan
keputusan serta program-program LIRA menurut kententuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga di Kota Bandar lampung provinsi LAMPUNG, DPP LIRA telah
menerbitkan Surat Keputusan DPP LIRA nomor (difoto ada nomrnya arum lupa) tahun
2016 di bandar lampung tentang susunan nama dan jabatan Dewan Pimpinan Daerah
Lumbung Informasi Rakyat Kota Bandar Lampung.
Bahwa DPD LIRA
memiliki kewajiban melaksanakan amanah
hasil Rakernas Lumbung Informasi Rakyat sebagaimana tertuang dalam keputusan
pada tahun 2016 di Bandar lampung.
Maksud dan tujuan dari
LIRA yaitu :
1.
Mewujudkan cita-cita Kemerdekaan
Republik Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945
2.
Mengembangkan gerakan kebangsaan dan
kerakyatan ditingkat nasional yang menjadi pelopor terwujudnya sistem
terintegrasi dalam sebuah sinergi komunikasi dalam era kedaulatan rakyat untuk
mampu mengawal aspirasi rakyat sebagai agenda perubahan dibidang; ekonomi,
sosial budaya, hukum, politik dalam sebuah proses terwujudnya agenda nasional
tentang perubahan menuju indonesia yang damai, adil dan sejahtera
3.
Berperan melakukan kontrol sosial,
pengawasan, investigasi, menjemabatani serta berdialog dengan dan atau terhadap
Pemerintah Republik Indonesia maupun pihak-pihak diluar lembaga
4.
Mewujudkan perikehidupan berbangsa
dengan tatanan nasional yang demokratis, terbuka, bersih, dan turut serta
melakukan perubahan dalam melaksanakan transparansi menuju indonesia yang lebih
baik
5.
Meneggakan demokrasi dan hak-hal asasi
manusia dalam upaya menjadi masyarakat madani serta meningkatkan harkat
martabat bangsa indonesia yang berdaulat
6.
Sebagai wahana komunikasi dan
transformasi serta menjembatani interaksi antara publik da republik dengan
tetap mempertahankan sifat egaliter, insipratif, aspiratif, demokratis
khususnya tentang penyalahgunaan wewenang ataupun KKN (Korupsi, Kolusim,
Nepotisme) termasuk menampung keluhan, harapan dan sulan masyarakat serta
masyarakat diajak berperan secara proaktif
Lembaga ini berfungsi
sebagai :
1. Lemabaga
Mitra Kebangsaan dan Kerakyatan ditingkat nasional yang menjadi pelopor
terwujudnya sistem terintegrasi komunikasi kerakyatan bagi kemajuan bangsa dan
negara
2. Wadah
membina dan mengembangkan segenap potensi sumber daya manusia indonesia untuk
secara bersama-sama meningkatkan kualitas pendidikan, kesejahteraan, kesetaraan
dan partisipasi bagi terwujudnya hak-hak sipil dan masyarakat madani
3. Sarana
membina kader-kader muda dalam rangka mempersiapkan pemimpian bangsa dimasa
depan yang memiliki komitmen yang tinggi.
B. Struktur
Organisasi, kepemiminan dan SDM LSM LIRA
Struktur organisasi dalam LSM LIRA ini sama seperti
dalam pemerintahan yaitu Sistem orgaisasi dalam LSM LIRA memiliki pemerintahan
Tingat Pusat
|
TINGKAT PUSAT
Presiden
|
TINGKAT DAERAH I
Gubernur
|
TINGKAT DAERAH II
Bupati dan Walikota
|
TINGKAT KECAMATAN
Camat
|
TINGKAT DESA
Lurah
|
Penjelasan
:
TINGKAT PUSAT
Presiden
|
Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan.
Sebagai kepala negara, Presiden adalah simbol resmi negara di dunia.
Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh wakil
presiden dan menteri-menteri
dalam kabinet,
memegang kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan
tugas-tugas pemerintah
sehari-hari.
Perbedaan Parlementer dan
Presidensial Sistem pemerintahan palementer adalah sistem pemerintahan yang
eksekutif dengan legislatif (pemerintah dan parlemen/DPR) memiliki hubungan yng
bersifat timbal balik dan saling
mempengaruhi. Sistem pemerintahan presidensial adalah sistem pemerintahan yang
badan legislatif dan badan eksekutif boleh dikatakan tidak terdapat hubungan
seperti pada sistem pemerintahan parlementer.
Ciri-Ciri
Sistem Pemerintahan Presidensial:
Ø Kekuasaan
pemerintahan terpusat pada satu orang, yaitu presiden. Maksudnya presiden
berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Ø Presiden
dibantu oleh menteri-menteri yang diangkat dan bertanggung jawab kepadanya.
Ø Masa
jabatan presiden ditetapkan dalam jangka waktu tertentu.
Ø Presiden
dan para menteri tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau DPR.
Ø Sistem
pemerintahan presidesial diterapkan di Amerika Serikat, Filipina dan Indonesia
saat ini.
Ciri-Ciri
Sistem Pemerintahan Parlementer
Ø Kedudukan
kepala negara tidak dapat diganggu gugat.
Ø Kabinet
yang dipimpin oleh perdana menteri bertanggung jawab kepada parlemen.
Ø Susunan
anggota dan program kabinet didasarkan atas suara terbanyak dalam
Ø parlemen.
Ø Kabinet
dapat dijatuhkan atau dibubarkan setiap waktu oleh parlemen.
Ø Kedudukan
kepala negara dan kepala pemerintahan tidak terletak dalam satu tangan atau
satu orang.
Ø Sistem
pemerintahan parlementer diterapkan di negara Inggris, Eropa Barat, dan
Indonesia ketika berlaku UUD RIS dan UUDS 1950.
Menurut S.L. Witman seperti dikutip
Inu Kencana Syafi’i (2001) terdapat empat ciri yang membedakan sistem
pemerintahan parlementer dan presidensial. Ciri sistem pemerintahan parlementer
yaitu:
1. Didasarkan
pada prinsip kekuasaan yang menyebar (diffusion of power).
2. Terdapat
saling bertanggung jawab antara eksekutif dengan parlemen atau legislatif,
karena itu eksekutif (perdana menteri) dapat membubarkan parlemen, begitu pula
parlemen dapat memberhentikan kabinet (dewan menteri) ketika kebijakannya tidak
diterima oleh mayoritas anggota parlemen.
3. Juga
terdapat saling bertanggung jawab secara terpisah antara eksekutif dengan
parlemen dan antara kabinet dengan parlemen.
Eksekutif (perdana menteri,
kanselir) dipilih oleh kepala negara (raja/ratu/presiden) yang telahmemperoleh
persetujuan dan dukungan mayoritas di parlemen.
Ciri-ciri
sistem pemerintahan presidensial, yaitu:
1. Didasarkan
pada prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power).
2. Eksekutif
tidak memiliki kekuasaan untuk membubarkan parlemen maupun ia (eksekutif) harus berhenti ketika kehilangan
dukungan dari mayoritas anggota parlemen.
3. Tidak
ada hubungan saling bertanggung jawab antara presiden dan kabinetnya kepada
parlemen, kabinet secara keseluruhan bertanggung jawab kepada presiden (chief
executive).
4. Eksekutif
dipilih oleh para pemilih (para pemilih dimaksudkan adalah rakyat
1. yang
melakukan pemilihan secara langsung atau pemilihan secara tidak langsung
melalui dewan pemilih (electoral college).
Penyebaran kekuasaan (diffusion of
power) sebagai salah satu ciri sistem pemerintahan parlementer tampak pada
pemerintahan koalisi multipartai. Apabila koalisi terjadi karena proses
negoisasi yang intensif akan melahirkan konsensus yang kuat dan akan memberikan
sumbangan terwujudnya kehidupan politik yang stabil. Memang diakui penyebaran
kekuasaan di samping memperlihatkan dinamika politik yang tinggi karena
berpotensi untuk melahirkan veto, namun apabila masing-masing kekuatan politik
tidak bijaksana dapat saja melahirkan jalan buntu yang menimbulkan ketidak
stabilan politik. Sedangkan pemisahan kekuasaan (separation of power) pada
sistem pemerintahan presidensial, cenderung meminimalkan veto dan jalan buntu,
karena adanya check and balance (saling kontrol dan saling imbang) antara
lembaga tinggi negara sehingga dapat dicegah diktatorisme.
Organisasi LSM Lira
(nama jabatan resmi: Presiden) adalah kepala LSM tersebut. Sebagai
kepala LSM, Presiden adalah simbol resmi bagi LSM LIRA. Sebagai kepala dari
organisasi LSM LIRA ini presiden bertugas untuk mengawasi dan mngurusi sebuah
masalah-masalah yang di pusat atau adanya masalah di tigkat
daerah maka presiden akan memberikan keputusan
akhir dari permasalaha tersebut.
TINGKAT DAERAH I
Gubernur
|
Gubernur, adalah jabatan politik di Indonesia.
Gubernur merupakan kepala daerah untuk wilayah provinsi.
Kata "gubernur" bisa berasal dari bahasa
Portugis "governador", bahasa
Spanyol "gobernador", atau bahasa
Belanda "gouverneur". Bentuk Belanda ini
mirip dengan bentuk bahasa
Perancis dan arti harafiahnya adalah "pemimpin",
"penguasa", atau "yang memerintah".
Pada dasarnya,
gubernur memiliki tugas dan wewenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan
daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD provinsi. Gubernur
bukanlah atasan bupati
atau wali
kota, namun hanya sebatas membina, mengawasi, dan mengkoordinasi
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Hubungan
pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota bukan subordinat, di
mana masing-masing pemerintahan daerah tersebut mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Gubernur merupakan kepala daerah untuk wilayah provinsi.
Dalam LSM lira juga memiliki Gubernur yaitu kepada daerah wilayah provinsi
dalam naungan LSM, Gubernue memiliki fungsi yang hampi sama dengan gubernur
tang terdapat dalam pemernitahan akan tetapi pada tahun 2017 gubernur LIRA di Provinsi lampung sedang
mengalami pembekuan dikarenakan adanya masalah dalam LSM.
TINGKAT DAERAH II
Bupati dan Walikota
|
Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di
Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang bupati. Selain
kabupaten, pembagian wilayah administratif setelah provinsi adalah kota. Secara
umum, baik kabupaten dan kota memiliki wewenang yang sama. Kabupaten bukanlah
bawahan dari provinsi, karena itu bupati atau wali kota tidak bertanggung jawab
kepada gubernur. Kabupaten maupun kota merupakan daerah otonom yang diberi
wewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahannya sendiri.
Sama seperti halnya bupati/walikota dalam sebuah
pemerintahan di LSM Lira juga memiliki bupati/walikota akan tetapi terjadi
perbedaan dalam wewenang yang dimiliki upati dalam pemernitahan, bupati dalam
LSM LIRA ini berfokus pada menerima keluahan-keluhan yang dirasakan dalam
pemerintahan dalam sekala kecil. Pada dasarnya LIRA di Lampung sendiri memiliki
7 kabupaten dan kota yaitu Bandar Lampung, Pringsewu, Pesawaran, Kota bumi,
Tanggamus, Lampung Selatan, Way kanan, dan Metro.
TINGKAT KECAMATAN
Camat
|
Penyelenggaraan
pemerintahan kecamatan memerlukan adanya seorang pemimpin yang selalu mampu
untuk menggerakkan bawahannya agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab
untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan secara berdayaguna dan berhasil guna. Keberhasilan pembangunan
akan terlihat dari tingginya produktivitas, penduduk makmur dan sejahtera
secara merata (Budiman, 1995: 4). Kecamatan merupakan line office dari
pemerintah daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan mempunyai
tugas membina desa/kelurahan. Kecamatan merupakan sebuah organisasi yang hidup
dan melayani kehidupan masyarakat. Kecamatan adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia di bawah
kabupaten atau kota. Kecamatan terdiri atas desa-desa atau kelurahan-kelurahan.
Kecamatan atau
sebutan lain adalah wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota
(PP. 19 tahun 2008). Kedudukan kecamatan merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilayah
kerja tertentu dan dipimpin oleh camat. Jadi peran camat dalam LSM lira ini
lebih kepada sebagai wadah untuk memberikan informasi-informasi kepada masyarakat
dalam sekala yang sangat kecil yang pada akhirya informasi-informasi yang di
dapatkan dari masyarakat kepada camat maka akan disampaikan kepada bupati di
sekitar lngkungan camat dalam aspek LSM Lira.
TINGKAT DESA
Lurah
|
Desa sebagai salah satu jenis persekutuan hukum
teritorial, persekutuan hukum teritorial adalah kelompok dimana
anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya karena merasa
dilahirkan dan menjalani kehidupan di tempat atau wilayah yang
sama (Setiady, 2013: 83). Terbentuknya masyarakat hukum yang D
disebabkan oleh adanya rasa keterikatan orang-orang pada
suatu daerah tertentu sehingga membentuk suatu masyarakat hukum. Masyarakat hukum demikian memiliki tiga bentuk (Soemadiningrat, 2011:
114-115), yaitu:
a.
Masyarakat Dusun (de
Dorpsgemeenschap), masyarakat dusun diartikan sebagai himpunan orang-orang pada
satu daerah kecil yang biasanya meliputi perkampungan (pedukuhan) yang berdiri
dengan seluruh pemuka masyarakat serta pusat kedudukanya berada di daerah
tersebut.
b.
Masyarakat Wilayah (de
Streekgemenschap), masyarakat wilayah merupakan pengembangan dari beberapa
dusun yang membentuk suatu masyarakat hukum yang lebih besar.
c.
Federasi atau Gabungan Dusun-dusun (de Dorpenbond), beberapa masyarakat dusun yang saling berdampingan
(bertetangga) membentuk suatu persekutuan untuk mengatur dan mengurus
kepentingan secara bersama-sama seperti membuat saluran air dan lembaga
peradilan bersama, berarti telah membentuk suatu gabungan dusun.
Kartohadikoesoemo (1965: 3) menyatakan bahwa
arti kata desa, dusun, desi seperti juga negeri, nagari, nagoro berasal dari
bahasa sankskrit (sansekerta) yang berarti tanah air, tanah asal, tanah
kelahiran. Jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, diseluruh Indonesia telah ada
satuan-satuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu dan
berwenang menyelenggarakan rumah-tangganya sendiri (Ndraha, 1981: 23).
Satuan-satuan masyarakat itu merupakan satuan-satuan ketatanegaraan, karena
mempunyai wilayah, penduduk dan pemerintah sendiri.
Desa adalah suatu kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak asal-usul yang bersifat istimewa
dan dilandasi pemikiran otonomi asli, demokratisasi, partisipasi, dan
pemberdayaan masyarakat (Widjaja, 2008:3). Desa merupakan
suatu kesatuan hukum, dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa
mengadakan pemerintahan sendiri. Selanjutnya, Soenardjo (1984:11) menyatakan
bahwa desa adalah suatu kesatuan masyarakat berdasarkan adat dan hukum adat
yang menetap dalam suatu wilayah yang tertentu batas-batasnya, memiliki ikatan
lahir dan batin yang sangat kuat, baik karena keturunan maupun karena sama-sama
memiliki kepentingan politik, ekonomi, social dan keamanan serta memiliki
susunan pengurus yang dipilih bersama, memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu
dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang
bersanding atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada (Zulkarnaen dan Saebani, 2012 :
342). Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi kelurahan
berdasarkan prakarsa pemerintah desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dengan
memperhatikan saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi
kelurahan, lurah dan perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
Kelurahan mengandung
pengertian suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai
organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat yang tidak berhak
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri (Widjaja,
1992:15). Berdasarkan pasal 127 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan
peraturan daerah yang didasarkan kepada peraturan pemerintah; ayat (2)
kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh lurah yang dalam
pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota.
Kedudukan desa
merupakan perangkat daerah kabupaten/kota sebagai pelaksana teknis kewilayahan
yang mempunyai wilayah kerja tertentu dan dipimpin oleh lurah. Jadi peran lurah
dalam LSM LIRA ini lebih kepada sebagai wadah yang terjun langsung untuk
memberikan informasi-informasi kepada masyarakat dalam lingkungan pedesaan yang
pada akhirya informasi-informasi yang di dapatkan dari masyarakat kepada lurah
maka akan disampaikan kepada camat di sekitar lngkungan lurah dalam aspek LSM
Lira.
C.
Program kerja,
kemitraan dan pendanaan LSM
LIRA
(fungsi lira :
melihat, mendengar, melaporkan)
Ø Bidang kesehatan : kerjasma dengan komil (kredit duafah),salah
satu bentuk nyata yang di lakukan oleh LSM LIRA
Adalah
ketika LSM LIRA mengetahui warga masyarakat yang terkena wabah penyakit dan
wargatersebut kurang mampu,maka LSM LIRA akan mengupayaan bantuan agar warga
tersebut dapat di tangani dengan baik. LIRA juga akan melakukan advokasi
apabila ada keluhan masyarakat dalam hal ketidakpuasan ataupun keluhan atas
pelayanan kesehatan yang dialami seseorang.
Ø Bidang
Pendidikan :
dalam bidang pendidikan khususnya di kota Bandar LampungLSM LIRA memiliki
program kerja untuk membantu mengadvokasi anak-anak dari keluarga tidak mampu
untuk mendapatkan bantuan pendidikan bina lingkungan (B-LING) dari pemerintah
kota Bandar Lampung, mengawasi
pelaksanaan program B-ling agar sesuai dengan tujuan kebijakan pemerintah dan
melaporkan kepada pihak berwajib jika ada masalah dan penyimpangan dalam
pelaksanaan program B-ling.
Ø Bidang
Politik dan Hukum: dalam bidang politik LIRA memiliki peran dalam menekan
setiap aktor pemerintah yang kemungkinan
punya keterlibatan dengan korupsi, kolusi
dan nepotisme agar tidak terlibat dan bagi yang sudah terlibat kasus KKN
tersebut, LIRA akan mencari bukti agar aktor pemerintah tersebut mengakui
tindakannya sendiri atau dilaporkan oleh
pihak LSM LIRA melalui media massa dan pihak berwajib secara langsung.
Ø Bidang
Sosial: LSM LIRA berperan dalam kegiatan sosial misalnya: program penggalangan
dana bagi masyarakat tidak mampu untuk proses rehabilitasi rumah, atau bantuan
kebutuhan pokok lainnya.
Ø Bidang
Ekonomi : Meneggakkan dan mengembangkan kehidupan ekonomi kerakyataan bagi
terwujudnya swadaya ekonomi nasional dengan meningkatkan berbagai bidang antara
lain : usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan tata perekonomian indonesia
khususnya berciri koperasi.
Ø Bidang
Kelembagaan :
1.
Menghimpun persatuan dan kesatuan serta bersama-sama menanggulangi segala
permasalahan yang dialami oleh sesama anggota lembaga dan masyarakat pada
umumnya.
2.
Mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan segenap instansi terkait, lembaga
swasta, pemerintahan sipil, pihak militer/kepolisian negara republik indonesia,
dan para pengusaha yang mempunyai kepedulian terhadap perkembangan dan
pelaksanaan program kegiatan lembaga ini dalam upaya meneggakan demokrasi,
hak-hak asasi manusia (HAM) pemerintahan yang bersih dan berwibawa
3.
antara kelembagaan dapat bekerja sama melakukan; investigasi, sosial kontrol,
pengawasan, kritik, saran, pertimbangan dan masukan kepada instansi terkait,
lembaga swasta, pemerintahan sipil, pihak militer/kepolisian negara republik
indonesia, dan para pengusaha yang mempunyai kepedulian terhadap penyalahgunaan
terhadap penggunaan uang negara dalam pelaksanaan dan kegiatan pembangunan
nasional.
Kegiatan usaha yang
dilakukan LIRA
Ø Bidang
usaha jasa : mengadakan kegiatan usaha jasa disegala bidang yang dapat
meningkatkan taraf kehidupan ditengah tengah masyarakat
Ø Melakukan
pelatihan dan advokasi terhadap pelaksanaan kebebasan memperoleh seluruh
informasi yang berkaita dengan publik
Ø Mengadakan
kegiatan diberbagai bidang ; penerbitan, koran, majalah dan tabloid,
kursus-kursus, pendidikan dan latihan, usaha jasa lainnya yang dapat meningkatkan
taraf hidup ditengah-tengah masyarakat
Ø Menghimpun
tenaga muda produktif dengan suatu lembaga pusat jaring kerja nasional, usaha
mikro, kecil, menengah, melakukan berbagai penelitian, kajian ilmiah dan riset
masyarakat, serta mendirikan lembaga pusat pengembangan usaha, usaha jasa
lainnya yang dapat meningkatkan keahlian secara profesionalisasi masyarakat
pada umumnya.
Kemitraan yang
Bekerja Sama dengan LIRA (Kemitraan yang bekerjasama tidak ada) LIRA bekerjasama
dengan kemenkum dan ham, Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia dan
Kepolisian Republik Indonesia. Program kemitraan yang dijalin
oleh LSM LIRA dengan pihak-pihak tersebut merupakan program kemitraan yang
sesuai dengan tujuan organisasi. Kemitraan tersebut sudah berjalan semenjak
awal LSM LIRA didirikan. Program kemitraan itu juga hanya berupa kerjasama
dalam bentuk support atau dukungan kepada organisasi mitra dalam menjalankan
tugas-tugas organisasi mitra. Kerjasama dengan BNN misalnya dalam bentuk
sosialisasi anti narkoba, pelaporan jika mengetahui ada pihak-pihak yang
terkait penyalahgunaan narkoba dan lain-lain. Sementara itu, kerjasama dengan
kepolisian juga dalam bentuk mendukung program-program yang ada dalam
kepolisian jika mengetahui atau ada informasi mengenai tindakan kriminal yang
berada dalam kewenangan kepolisian.
Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) membuka komunikasi
interaktif dengan rakyat dalam segala bidang sebagai Sasaran Organisasi,
sehingga rakyat dapat berperan aktif dan kritis ikut ambil bagian secara
proaktif dalam melakukan perubahan sebagaimana yang diagendakan oleh penyelenggara
negara, rakyat dilibatka sebagai lembaga pengawas dalam rangka melakukan
pengawalan terhadap proses perubahan menuju indonesia yang lebih baik dalam
segala bidang, dalam proses perbaikan bangsa, mendorong terciptanya
transparansi serta rakyat memahami dan dapat menghasilkan para pemimpin yang
bersih dari segala bentuk manfaat dalam jabatanpublik sebagai penyelenggara
pemerintahan dan terutama penyalahgunaan wewenang dan khususnya KKN (Korupsi,
Kolusim, Nepotisme).
Dalam hal keuangan atau pendanaan dalam internal
organisasi LSM LIRA tidak ada sumber pendanaan dari mitra, investasi ataupun
sumber pendanaan lainya. Dikarenakan keuangan LIRA tidak berperan penting dalam
internal organisasi. Hal tersebut karena semua anggota dalam organisasi ini
bekerja secara ikhlas atau sesuai dengan keinginan setiap anggota tanpa
mengharapkan imbalan. Sehingga anggota organisasi ini diisi oleh orang-orang
dari kalangan profesi yang berbeda-beda tetapi memiliki tujuan yang sama,
sehingga mereka tidak perlu di gaji. Terkait dengan keuangan yang didapat atau
di pegang oleh LSM LIRA dari berbagai kegiatan seperti kegiatan sosial itu
hanya sebagai wadah pengumpul dan penyaluran dana dari para donatur untuk di salurkan
kepada pihak yang yang membutuhkan.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM)
secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan
ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Menurut Budi Setyono, LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan yang
berbasis pada gerakan moral yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan kehidupan politik. LSM dipandang mempunyai peran signifikan
dalam proses demokratisasi.
LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) adalah organisasi yang
dibentuk melalui embrio BLORA CENTER – Tim Relawan yang dibentuk Bapak M. Jusuf
Rizal bersama Sudi Silalahi guna membantu pencitraan SBY pada Pilpres 2004 yang
terus dikembangkan menjadi sebuah organisasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
pro pemerintah namun tetap kritis, khususnya dalam mendorong transparansi
pengelolaan negara bekerja sama dengan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Organisasi LSM LIRA
adalah salah satu Organisasi Nirlaba yang bergerak di berbagai bidang. Baik itu
dari bidang kesehatan bidang pendidikan,bidang sosial, bidang ekonomi dan
hukum, yang bersifat independen tidak terkait kepada organisasi politik apapun
atau oranisasi manapun. Dimana LSM ini memiliki kegitan pokok,yaitu untuk menggali
keterbukaan Informasi Publik yang terjadi di tengah masyarakat. Tidak hanya
kritis menyikapi berbagai hal menyangkut penyalah-gunaan wewenang (abuse of
power) tetapi juga kritis dalam menyikapi kebijakan publik yang dilahirkan oleh
pemerintah. LSM LIRA berdiri guna memberikan seluas-lusanya
informasi secara transapara dan akuntabel yang di sajikan untuk masyarakat.
B. Saran
Dalam hal ini kami
sebagai penulis berharap agar ke depannya LSM LIRA bisa bekerja lebih baik lagi
serta meningkatkan kinerja nya sebagai LSM yang memberikan wadah informasi
kepada masyarkat, mampu menambah cabang disetiap kabupaten agar semua kabupaten
di provinsi Lampung terdapat cabang dari LSM LIRA sehingga semua lapisan
masyarakat di Lampung mendapatkan manfaat dari keberadaan LSM LIRA dalam
perjuangannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hanggraeni,Dewi.2011.Perilaku
Organisasi.FEUI.Jakarta
Ndraha,Taliziduhu.1997.pengantar
teori Pengenbangan Sumberdaya Manusia.PT RINEKA CIPTA.Jakarta.
Imam W, Sentot.
2010.Perilaku Organisasi.GRAHA ILMU.Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar