TEORI PILIHAN RASIONAL DAN PERILAKU IRASIONAL
A. PENDAHULUAN
Teori Pilihan Rasional juga disebut Teori Pilihan Publik yang
menekankan pada 2 pokok (sentral) yaitu: (1) individu mengerti akan
kebutuhannya, mengerti akan pilihannya, dan mengerti pilihan yang terbaik bagi
mereka dengan memilih opsi pilihan yang menggunakan biaya yang sedikit (
pengaruh dari neoclasical ekononomi), (2) mengasumsikan bahwa semua keputusan
yang dihasilkan adalah perwujudan dari tindakan dan keputusan individu yang
kolectif. Persepsi rasional jika dikaitkan dengan birokrasi, adalah dimana
pemerintah menjadi actor utama dalam penyediaan barang-barang publik. Reformasi
yang berkembang yang diberikan teori pilihan rasional adalah pemerintah
tidak lagi menjadi actor utama dalam penyediaan pelayanan publik, dimana adanya
keterlibatan pihak swasta dan masyarakat sebagai bagaian terciptanya demokrasi.
Ketika pemerintah tidak lagi dapat memberikan sebuah pelayanan yang maksimal
kepada masyarakat, dalam teori ini swasta dapat mengambil alih untuk
memberikannya guna mencapai pelayanan yang efektif dan efisien. Teori pilihan
rasional ini pada dasarnya menekankan pada demokrasi dalam mewujudkan pemerintahan
yang baik.
Kompetensi
Dasar
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memahami teori pilihan
rasional dan perilaku irasional dalam konteks penyelenggaraan administrasi publik.
Indikator
Setelah pembelajaran dilaksanakan, mahasiswa diharapkan dapat:
1.
Menjelaskan teori pilihan
rasional dan perilaku irasional.
2.
Melakukan analisis dan
mengidentifikasikan fenomena pada praktek-praktek dan
penyelenggaraan administrasi
publik (negara) dengan menggunakan teori pilihan rasional dan perilaku irasional.
Tujuan Pembelajaran
Tujuan sebagai output pembelajaran
yang ingin dicapai adalah mahasiswa:
1.
Mendapatkan gambaran yang utuh tentang teori pilihan rasional dan perilaku
irasional.
2.
Memiliki kemampuan analisa dan
dapat mengidentifikasikan fenomena pada praktek-praktek dan
penyelenggaraan administrasi
publik (negara) dengan menggunakan teori pilihan rasional dan perilaku irasional.
B. PENYAJIAN
MATERI
1. Pengantar: Apakah Teori Pilihan Rasional Itu?
Pilihan rasional merupakan teori ekonomi
yang diaplikasikan pada sektor publik. Teori ini mencoba menjembatani antara
mikro ekonomi dengan politik dengan melihat tindakan-tindakan warga negara,
politisi, dan pelayan publik sebagai sebuah analogi terhadap kepentingan
pribadi produsen dan konsumen (Buchanan, 1972). Ada beberapa nama untuk konsep
ini, seperti ekonomi politik atau welfare
economics, namun yang paling sering dipakai adalah istilah pilihan rasional
atau pilihan publik.
Teori ini bermula dari tulisan Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations (pertama kali
dipublikasikan pada tahun 1776) yang merupakan konstruksi teori ekonomi
neoklasik. Menurut Smith, manusia bertindak yang didasari kepentingan pribadi,
melalui mekanisme “invisible hand”, bisa menghasilkan manfaat kolektif yang
berguna bagi masyarakat. Contohnya, seorang pengusaha mungkin termotivasi hanya
untuk memperkaya diri sendiri, namun kemampuan mereka untuk memperoleh
keuntungan bergantung pada kemampuan mereka memproduksi barang-barang yang
lebih murah dan lebih berkualitas dibandingkan para pesaingnya. Barang
berkualitas dengan harga lebih murah pastinya bermanfaat bagi setiap orang.
Jika ini benar, maka implikasinya permintaan sosial dan kepentingan kolektif
dapat dihasilkan melalui mekanisme pasar bukan melalui kekuasaan pemerintah.
Unsur-unsur dasar berupa pelaku dengan motif kepentingan pribadi, kompetisi
antar produsen, dan pasar yang relatif tidak terregulasi merupakan ciri-ciri
pemikiran ekonomi neoklasik yang merupakan pusat dari teori pilihan rasional.
Walaupun dasar teori pilihan rasional
sudah ada sejak abad ke-18, penerapannya di bidang administrasi publik baru
dikenal melalui buku An Economic Theory
of Democracy karya Anthony Downs
(1957) dan The Calculus of Consent karya James
Buchanan dan Gordon Tullock
(1962). Karya Buchanan dan Tullock dipandang sebagai pendiri formal teori ini.
Menurut kerangka teori ini warga dan pelayan publik tidak terikat secara
politik karena komitmen, namun terikat secara politik karena alasan yang sama
dengan prilaku ekonomi, yaitu mereka termotivasi atas dasar kepentingan
pribadi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Buchanan
dan Tullock, ada dua asumsi kunci dalam teori pilihan rasional, yaitu 1)
rata-rata individu memaksimalkan kepentingan untuk dirinya sendiri. Artinya
setiap orang mengetahui tujuan dan pilihan-pilihannya. Ketika mereka dihadapkan
pada seperangkat pilihan maka mereka akan memilih hal-hal yang memberi
kemanfaatan maksimal dan biaya minimal bagi dirinya. 2) Hanya individu dan
bukannya kelompok yang membuat keputusan, yang dikenal dengan istilah
individualisme metodologi (methodological
individualism) yang menganggap keputusan kolektif merupakan jumlah dari
pilihan individu. Dari premis sederhana ini para pemikir pilihan rasional telah
mengkonstruksi secara deduktif seluruh teori perilaku individu dan organisasi,
kemudian memperluas implikasinya ke dalam pengembangan administrasi
pemerintahan. Kita tidak bisa memandang sebelah mata pada teori ini karena
dampak dari teori ini terdapat pada tiga area primer berikut ini: 1) Prilaku
organisasi, teori ini menawarkan sebuah kerangka berpikir untuk menjawab
pertanyaan “mengapa birokrasi dan birokrat melakukan apa yang mereka
kerjakan?” 2) Pelayanan publik, teori
ini menawarkan sebuah penjelasan bagaimana public
goods dihasilkan dan dikonsumsi, yang merupakan awal dari reformasi sektor
publik yang mengubah anggapan tentang administrasi publik tradisional 3) Klaim
atas orthodoks baru, para pembela teori ini berpendapat bahwa teori pilihan
rasional merupakan penerus ide-ide Wilson dan Weber. Secara normatif teori
pilihan rasional merupakan cara untuk menggabungkan teori ekonomi yang
diformulasikan oleh Adam Smith dengan teori
demokrasi yang diformulasikan oleh James
Madison dan Alexander Hamilton.
2. Birokrat Rasional, Birokrat yang
Memaksimalkan Diri Sendiri
Menurut asumsi dasar teori pilihan
rasional, apa yang dilakukan oleh birokrasi dapat dipahami dengan cara
memandang birokrasi sebagai pihak yang memaksimalkan manfaat untuk kepentingan
diri sendiri. Tullock menjelaskan bahwa birokrat akan mencari keuntungan
maksimal untuk kepentingan diri sendiri melalui peningkatan karir, dan untuk
mencapai peningkatan karir tersebut biasanya melalui rekomendasi atasannya.
Karenanya, untuk mencapai peningkatan karir seorang birokrat akan memberikan
informasi yang baik kepada atasannya dan menyembunyikan informasi yang tidak baik. Pada situasi yang ekstrim,
sampai pada kondisi “bureaucratic free
enterprise”, artinya lebih mengejar kepentingan mereka sendiri daripada
melaksanakan misi publik yang diembannya.
Sementara itu, Downs
menggolongkan tipe kepribadian birokrat menjadi lima golongan: 1) climber,
birokrat yang ingin memaksimalkan kekuasaan, penghasilan, dan
prestisnya 2) conserver, birokrat yang ingin memaksimalkan rasa aman dan
kesenangan dan cenderung mempertahankan hak istimewa dan fungsinya daripada
mencoba untuk berinovasi hal-hal baru 3)
zealot, birokrat yang termotivasi
untuk membuat kebijkaan-kebijakan tertentu walaupun kebijakan itu menghadapi
banyak hambatan. Mereka biasanya bukan administrator yang baik, sehingga jarang
mencapai jenjang organisasi yang tinggi
4) advocate, seperti zealot yang secara agresif ingin membuat
kebijakan tertentu hanya saja lebih terbuka terhadap pengaruh dari rekan kerja
dan atasan 5) statesmen, birokrat yang mengedepankan kepentingan publik dengan
mempromosikan tujuan-tujuan kebijakan secara luas. Pada jangka waktu yang
panjang, birokrat cenderung menjadi conserver.
Secara keseluruhan Downs menyimpulkan bahwa birokrat yang rasional dan
memaksimalkan kepentingan dirinya sendiri akan menjadi aparat publik yang susah
diatur, dan maksimal hanya berorientasi setengah hati terhadap kepentingan
publik yang diduga terkandung dalam misi mereka.
William
Niskanen adalah seorang tokoh yang memasukkan peran penting teori pilihan
rasional dalam menjelaskan perilaku birokratik. Niskanen berhasil menciptakan
teori ekonomi prilaku birokratik formal yang pertama, yang berdasar pada
derivasi matematika mengenai manfaat dan fungsi produktivitas dari birokrat dan
birokrasi. Niskanen menganalogikan birokrat dengan individu sebagai pelaku
ekonomi yang ingin mendapatkan keuntungan personal melalui keputusan-keputusan
yang bisa meningkatkan manfaat seperti gaji, bonus, kekuasaan, prestis,
dukungan, reputasi, dan agency output.
Jika manfat-manfaat tersebut dihubungkan dengan keseluruhan anggaran sebuah
lembaga pemerintah, birokrat yang rasional tentunya akan membuat anggaran yang
sebesar-besarnya. Walaupun tidak semua birokrat hanya mementingkan dirinya
sendiri, namun keterbatasan informasi tentang hal-hal yang benar-benar menjadi
kepentingan publik menyebabkan birokrat tidak bisa secara efektif memenuhi
kepentingan publik. Karenanya tidak mungkin seorang birokrat untuk bertindak atas
dasar kepentingan publik, bukan karena dia tidak memilki motivasi tapi lebih
disebabkan oleh keterbatasan informasi yang dimiliki dan karena konflik
kepentingan dengan birokrat-birokrat lainnya.
Niskanen
kemudian membuat sebuah analogi pasar dimana birokrat merupakan produsen
monopoli dari pelayanan publik dan legislatif merupakan pembeli monopsoni.
Birokrat memaksimalkan anggaran dengan “menjual” pelayanan publik pada level
tertentu pada legislatif. Pasar dengan produsen monopoli dan pembeli dominan hasilnya
mudah ditebak, yaitu inefisiensi dalam
produksi dan suplai melebihi permintaan. Untuk mengatasi disfungsi pada
pelayanan publik ini, Niskanen menyarankan pembiayaan pelayanan publik ditekan
hingga level bawah dan persetujuan anggaran harus disetujui 2/3 suara
legislatif.
3. Warga Negara yang Memaksimalkan
Kepentingan Diri Sendiri dan Hipotesis Tiebout
Meskipun pilihan rasional memiliki
dampak yang cukup signifikan pada studi tentang perilaku organisasi, teori dan
implikasi yang terbesar terdapat pada warga negara daripada birokrat. Analogi
pasar menjadi lebih tajam ketika pilihan rasional diterapkan pada warga negara
dan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah lokal. Menurut kerangka berpikir
teori ini, warga mengkonsumsi pelayanan publik
dengan pola dan motivasi seperti
membeli mobil atau minuman ringan. Warga bisa memilih barang publik (public good) sesuai dengan selera
masing-masing tanpa terpengaruh atau merugikan orang lain. Karena itu Niskanen
menyatakan bahwa akan lebih baik apabila pelayanan publik diserahkan pada
mekanisme pasar daripada hanya terpusat pada kewenangan satu lembaga pemerintah.
Warga sebagai konsumen memiliki berbagai pilihan paket pelayanan pajak dan bisa
pindah ke tempat (daerah) yang sesuai dengan pilihan masing-masing. Kompetisi
antar lembaga akan menyebabkan lembaga berusaha untuk melayani publik lebih
baik dengan biaya yang lebih murah kalau tidak ingin ditinggalkan oleh
warganya.
Argumentasi ini untuk pertama kalinya
dikemukakan oleh Charles Tiebout
(1956). Seperti juga Tullock, Downs, dan Niskanen, Tiebout mengasumsikan self-interest dan methodological individualism pada teorinya. Namun yang disoroti
bukan kerja internal birokrasi melainkan hubungan antara warga negara dengan
lembaga pemerintah sebagai konsumen dan produsen public goods. Dia mengemukakan bahwa sebuah pasar pelayanan publik
yang kompetitif bisa tercipta jika warga negara yang berpindah bisa menerima
pelayanan publik dan memilih aturan pajak yang cocok dengan pilihannya di
wilayah lain. Jika warga bisa memilih tinggal di wilayah tertentu dengan aturan
pajak yang berbeda maka ini akan menjadi tekanan bagi pemerintah lokal sehingga
mereka bisa meresponnya dengan memberikan pelayanan sesuai dengan keinginan
warga. Hasilnya, paling tidak secara teori, akan dihasilkan pelayanan publik
yang efisien sesuai keinginan warga. Ada dua asumsi dari hipotesis ini. Pertama,
warga negara benar-benar mobile sehingga
mereka dengan mudah berpindah dari satu komunitas ke komunitas lain. Kedua,
warga negara memiliki informasi yang sangat baik tentang perpajakan di beberapa
wilayah yurisdiksi. Terdapat beberapa penelitian yang dilakukan untuk menguji
hipotesis Tiebout, namun penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara
kumulatif tidak mengkonfirmasi dan tidak juga menolak hipotesis ini.
Walaupun ada banyak perdebatan tentang
model Tiebout ini, argumen dasar model ini telah mempengaruhi arus utama
politik dan menyebabkan sejumlah reformasi pada lembaga-lembaga pemerintahan.
Gerakan “menciptakan kembali” pemerintahan (“reinvent”
government) pada tahun 1990-an melalui desentralisasi dan mendorong
kompetisi merupakan contoh populernya model ini dalam reformasi sektor publik.
4. Pilihan Rasional sebagai Ortodoks Baru
Para pendukung teori pilihan rasional
menunjukkan bahwa pilihan rasional bukanlah semata-mata kerangka berpikir ilmu
ekonomi yang diadaptasikan untuk memahami perilaku birokratis dan produksi
pelayanan publik, namun juga sebagai sebuah normatif, yaitu teori demokratis
dari administrasi. Vincent Ostrom dalam
bukunya The Intellectual Crisis in Public
Administration (1989) menjelaskan bahwa dasar intelektual administrasi public
dibangun atas dasar preposisi teoritis yang diformulasikan oleh Woodrow Wilson,
yaitu: 1) selalu terdapat pusat kekuasaan yang dominan dalam system
pemerintahan, 2)semakin banyak kekuasaan dipecah, semakin tidak
bertanggungjawab dan semakin sulit dikontrol. 3) struktur konstitusi menentukan
komposisi kekuasaan pusat 4) proses pemerintahan dapat dibagi menjadi dua
bagian yaitu penentuan keinginan Negara (politik) dan pelaksanaan keinginan
Negara (administrasi) 5)meskipun institusi dan proses politik bervariasi antar
satu pemerintahan dengan pemerintahan lainnya, semua pemerintahan mempunyai
kemiripan structural yang kuat dalam administrasi 6) administrasi yang “baik”
diperoleh dari hierarki jasa public professional yang benar 7)penyempurnaan
administrasi yang baik adalah kondisi yang penting untuk peningkatan
kesejahteraan manusia. Ostrom berpendapat bahwa teori preposisi Wilson ini
mengabaikan konsep Max Weber yang mendeskripsikan alternatif yang demokratis
untuk dasar hirarki dan otorisasi yang melekat dalam birokrasi. Menurut Weber
administrasi yang demokratis mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: 1) semua
orang diasumsikan mampu untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan urusan public 2)
keputusan yang penting terbuka bagi semua anggota masyarakat dan wakil
pilihannya 3) kekuasaan membaur secara luas, tidak terkonsentrasi dalam pusat
yang dominan 4) fungsionaris administrative adalah pelayan public, bukan elit
teknokratik sebagai tuan (Ostrom, 1973: 65-86).
Ostrom menyatakan bahwa teori pilihan
rasional bisa menjadi alat yang jelas untuk mewujudkan teori demokrasi dalam
garis Weber yang dianggap sulit diwujudkan karena menuntut pengetahuan tinggi
yang tidak realistis. Asumsinya, jika pasar dapat dengan efisien menyesuaikan
penawaran dan permintaan barang dan jasa dengan sedikit pusat kekuasaan atau
konsolidasi jurisdictional yang terpusat, kenapa kita tidak bisa melakukan hal
yang sama untuk barang dan jasa public? Ostrom menyimpulkan bahwa membangun
kembali usaha intelektual dari administrasi publik yang berdasarkan pilihan
rasional sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis yang tercantum dalam
Konstitusi.
Pendapat Ostram mendapat sanggahan dari
Haque (1996) yang menyatakan bahwa nilai-nilai pasar yang terkandung dalam
pilihan rasional mengancam kredibilitas dan eksistensi administrasi public
sebagai sebuah disiplin ilmu yang independen. Dia beralasan bahwa kontradiksi
antara pasar dan demokrasi mempunyai implikasi yang penting dalam praktek dan
studi administrasi public. Etika dasar jasa public yang dibuat oleh American
Society of Public Administrators menekankan pada norma seperti legalitas,
tanggungjawab, akuntabilitas, komitmen, responsiveness, keadilan dan
pengungkapan public (Mertins dan Hennigan 1982).
C. RANGKUMAN
1.
Kemampuannya secara sederhana dan komprehensif menjelaskan
sejumlah besar fenomena yang berhubungan dengan administrasi publik.
2.
Ide pokok dari teori pilihan rasional ini menjadi dasar dari
demokratisasi barat untuk membangun kembali (reinfent) pemerintah.
3.
Teori pilihan rasional menimbulkan perdebatan yang konversial
dari ahli administrasi public, tetapi juga menimbulkan stimulant.
4.
Masalah dalam pilihan rasional adalah adanya pertanyaan
penting mengenai validitas premis awalnya.
5.
Salah satu kritik terhadap teori pilihan rasional adalah sifat
manusia terlalu sempit untuk digunakan.
6.
Pilihan rasional memainkan peranan penting dalam menentukan
batas prespektif ortodok .
7.
Posisi pilihan rasional dalam norma intelektual administrasi
publik akan terus dipakai untuk mengorganisir dan melakukan studi terhadap
birokrasi publik dan jasa publik. Meskipun mempunyai kelemahan namun bermanfaat bagi perkembangan teori
administrasi publik.
D. SOAL-SOAL LATIHAN
1. Berikan penjelasan pengertian teori pilihan rasional dan perilaku
irasional serta sebutkan pula contoh masing-masing!
2.
Bagaimana keterkaitan teori pilihan
rasional dan perilaku irasional dengan penyelenggaraan administrasi publik? Berikan penjelasan dan contohnya pada kasus tertentu!
3. Apa sajakah yang menjadi lingkup teori pilihan
rasional dan perilaku irasional? Jelaskan!
E. PUSTAKA RUJUKAN
Cooper. 1998. Public
Administration for The Twenty First Century. New York: Sage Publication.
Frederickson, H. George. 2012.
The Public Administration Theory Primer. Philadelphia (USA): Westview Press.
F. GLOSSARI
Kata atau kalimat
|
Arti atau penjelasan
|
Efektif
|
Tercapainya
sasaran, tujuan; sering juga diistilahkan dengan daya-guna.
|
Efisien
|
Hemat dimana manfaat yang diterima
jauh lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan; sering juga diistilahkan dengan hasil-guna
|
Public goods
|
Barang yang
disediakan oleh negara/pemerintah untuk kepentingan umum. Barang ini tidak
bisa dimiliki secara pribadi/personal; milik bersama dalam arti
pemanfaatannya tetapi tidak bisa dikuasai secara pribadi. Perawatan dan
kepemilikan menjadi otoritas penuh negara/pemerintah. Contohnya fasilitas
umum seperti jembatan, jalan raya. Public
goods juga dimaknai barang yang menjadi monopoli negara atau
eksistensinya hanya disediakan oleh negara.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar